Politik Grasa Grusu “Menyoal Iklan Kampanye Pemilu”

Opini
iklan kampanye , pelaksanaan pemilu serentak

Palembang, LamanQu.idSaat ini berbagai kalangan, kelompok ataupun tokoh atau bahkan kalangan midle class pun sedang wara wiri berbicara Agenda besar bangsa Indonesia kedepan yakni pelaksanaan pemilu serentak, berbagai aspek surut dalam pembicaraan, mulai pengaruh, elektabilitas, isu sara, politik identitas, dan kebutuhan politik, baik electoral ataupun finansial.

Animo masyarakat menyambut ini tentu tidak terlepas dari pengaruh media yang bisa diakses oleh masyarakat luas sehingga diskusi diskusi kecil terkait ini bisa ditemukan dimana saja, namun yang terpenting dari diskusi tersebut salah satunya addalah membangkitkan partisipatif masyarakat dalam menentukan masa depan dan menggunakan hak pilihmya sangat dibutuhkan, sebab melalui hak pilih ini lah salah satu syarat mencari pemimpin terbaik dalam menyongsong kepemimpinan nasional kedepan.

Lembaga-lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan pemilu tersebut juga telah massif melakukan tahapan pemilu bahkan sosialisasi tentang keterlibatan masyarakat dalam suksesi dan mengawasi juga telah dilakukan hal ini bagian dari semangat menjaga demokrasi di Indonesia agar berjalan sebagaimana mestinya.
Namun demikian, sejatinya kampanye pemilu tersebut belum dimulai, tetapi masing masing peserta pemilu (partai politik) saat sangat intensif melakukan kampanye politik baik memperkenalkan partainya atau mengenalkan masing-masing calon yang didukungnya. Atau biasa disebut curi start dalam kampanye, Tentu hal ini menjadi fenomena tersendiri dalam pemilu di Indonesia. Sebab hal ini tidak ada aturan baku yang dikeluarkan terkait kapan boleh melakukan kampanye atau hal-hal yang berkenaan dengan sosiaalisasi politik sehingga kalau kita lihat diruang public bahwa pertarungan politik Indonesia terjadi terus menerus bukan lagi tiap Lima (5) tahun sekali, lantas apakah yang dimaksud dengan kampanye pemilu?.

Menurut Kotler dan Roberto Kampanye adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang atau berkelompok untuk menanamkan ide, sikap, prilaku yang dinginkan pelaku kampanye Dan menurut Menurut UU pasal 1 ayat 26 Nomor 10 tahun 2008 mengartikan bahwa kampanye sebagai kegiatan yang dilakukan oleh peserta pemilu berusaha meyakinkan mata pilih, melalui visi, misi dan program yang ditawarkan kepada calon peserta Pemilu.

Jadi Iklan Kampanye politik adalah penyampaian pesan kampanye melalui media cetak, media elektronik, media dalam jaringan, media sosial, dan lembaga penyiaran, berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk memperkenalkan Peserta Pemilu atau meyakinkan Pemilih memberi dukungan kepada Peserta Pemilu. Dari pengertian ini sangat mudah dimengerti bahwa apa yang dilakukan para politisi saat tampil dalam forum-forum diskusi di Televisi mengandung unsur seperti apa yang disampaikan kotler diatas, walaupun mereka tidak beriklan secara formal tetapi dari beberepa indicator mereka secara tidak langsung telah mengiklankan calon atau partai politik nya.

Kalau merujuk pada ketetapan DPR RI melalui komisi II dan KPU RI bahwa Pelaksanaan Kampanye tersebut selama 75 hari terhitung sejak 28 November 2023 – 10 Februari 2024. Namun realitas diruang public mempertontonkan akrobatik politik yang dilakukan politisi dalam mensosialisasikan ataupun mengkampanyekan terhadap masing masing calon yang didukung dan partainya masing-masing.

Lantas apakah ini melanggar aturan dan norma? Ini yang perlu dikaji lebih jauh, sebab dibeberapa kesempatan banyak media televisi juga bermain di grey zone atau zona abu-abu bukan hanya media TV dibeberapa Kesempatan Bakal Calon Presiden juga Bermain pada Zona abu-abu sehingga bila di semprit wasit dalam hal ini penyelenggara pemilu mereka aman dari dugaan pelanggaran, nah disinilah yang menjadi soal dalam mengawasi iklan kampanye pemilu di Televisi ataupun Radio kedepan.

Berdasarkan UU penyiaran nomor 32 tahun 2002 dan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) PKPI mengatur tentang pelaksanaan iklan kampanye pemilu sehingga segala iklan kampanye pemilu yang menggunakan Frekuensi publik baik di Televisi ataupun Radio menjadi kewenangan KPI/KPID untuk mengawasi hal- hal yang dianggap melanggar tata aturan dan norma yang berlaku. Dalam konteks ini sinergitas antara KPI, KPU, Dewan Pers dan BAWASLU sangat diperlukan agar segala iklan kampanye yang menggunakan Frekuensi Publik dapat dimanfaatkan sesuai peraturan perundang undangan.

Karena fungsi KPI/KPID mengawasi seluruh tayangan pada lembaga penyiaran, maka bila ada pelanggaran iklan kampanye pemilu KPI/KPID hanya menindak lembaga penyiaran nya saja bukan kepada calon atau partai yang beriklan di TV ataupun Radio, sebab berdasarkan UU Pemilu dan PerBAWASLU yang berhak menindak calon presiden atau wakil atau peserta pemilu menjadi wewenangnya KPU dan BAWASLU. Maka untuk merealisasikan sinergitas antara keempat lembaga tersebut perlu merujuk teori Pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler bahwa konsep pengawasan menekankan pada empat hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolok ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolok ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.teorin ini menjadi lanndasan kuat agar kolaborasi antar lembaga ini semakin kuat, sebab dari teori ini bukan hanya sekedar merencanakan tetapi mengevaluasi apa yang telah dilakukan sehingga dapat melakukan perbaikan perbaikan dalam pelaksanaan pengawasan iklan kampanye kedepan.


Ke 4 lembaga ini (KPI, KPU, Dewan Pers, BAWASLU memang telah melakukan Memorandum Of Understanding (MoU) tentang Task Force atau Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, namun realisasi dan turunan MoU tersebut baru pada tataran pusat belum sampai pada tataran di Daerah baik Provinsi ataupun Kabupaten/kota sehingga untuk mengimplementasikan MoU tersebut ditingkat Daerah membutuhkan waktu ekstra. Pada MoU tersebut Ada Delan (8) Kesepakatan Kerja satu diantaranya adalah ; Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan Penyiaran dan Iklan pada masa sosialisasi peserta pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 melalui lembaga Penyiaran, Perusahaan Pers dan Pers Nasiona,l artinya apa? Bahwa pada kesepakatan tersebut, wewenang dalam mengawasi iklan kampanye politik di TV dan Radio Menjadi kewenangan Oleh KPI/KPID dan Dewan Pers mengawasi pem beritaan dimedia hal ini disepakati agar tidak adanya tumpang tindih wewenang sehingga kerja-kerja masing masing lembaga dalam suksesi pemilu semakin optimal akurat dan terukur.

Oleh : Khairil Anwar Simatupang