Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi Mengaku Tidak Tahu Terkait Pertanggungjawaban Dana Hibah Masjid Sriwijaya

Hukum
dana hibah Masjid Raya Sriwijaya , membahas anggaran dana , penggunaan dana hibah

Palembang, LamanQu.idDua terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Raya Sriwijaya Jilid II, Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi kembali jalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Palembang dengan agenda mendengarkan keterangan masing-masing terdakwa, Senin (29/11/2021).

Pada sidang kali ini keduanya memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim Tipikor yang diketuai oleh Abdul Aziz, SH.MH, dari keterangan kedua terdakwa diketahui jika Proposal pengajuan dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015 dan 2017 tidak ada.

Selaku Sekertaris Daerah (Sekda), terdakwa Mukti Sulaiman mengatakan jika sebagai tim TAPD dirinya tidak pernah membahas anggaran dana hibah Masjid Sriwijaya.

“Tapi saat itu saya menanyakan pada Laonma PS Tobing (Tersangka) selaku Kepala BPKAD apakah ada anggarannya dan sudah masuk skala prioritas, dijawab Tobing, mungkin ada, maka dari itu saya anggarkan dana hibah pada tahun 2015 dan 2017,” ujar Terdakwa Mukti Sulaiman, dalam persidangan.

Selain itu, terdakwa Mukti Sulaiman mengatakan terkait pencairan dana hibah sebesar 50 miliar di tahun 2015 dirinya mengetahui.

Hanya saja untuk pertangungjawaban uang yang dicairkan dirinya mengaku tidak tahu.

“Karena setelah uang 50 miliar cair, saya tidak pernah melihat surat pertanggungjawabannya penggunaan dana hibah itu, pasalnya, surat tersebut langsung ke pihak BPKAD,” ungkap Mukti.

Hal serupa dikatakan oleh terdakwa Ahmad Nasuhi, kata Ahmad Nasuhi dalam persidangan, dirinya selaku Kepala Biro Kesra tidak pernah melihat surat pertangungjawaban penggunaan dana hibah Masjid Sriwijaya.

“Saya tidak pernah lihat surat pertanggungjawabannya, karena seperti yang dikatakan pak Mukti, surat itu langsung ke BPKAD,” ucap Ahmad Nasuhi.

Dari keterangan terdakwa Ahmad Nasuhi, diketahui pula jika proposal penganggaran dana hibah Masjid Sriwijaya, di tahun 2015 dan 2017 tidak ada.

“Biro Kesra tidak menganggarkan, hanya saja saya membuat surat permohonan mencairkan sebesar Rp 80 miliar. Sementara itu untuk pertangungjawabannya saya tidak tahu,” bebernya.