Penasihat Hukum Mukti Sulaiman Hadirkan Saksi Ahli Dalam Persidangan

Hukum
korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya , Mantan Sekda Sumsel , perbuatan melawan hukum , ranah hukum pidana
Suasana Ruang Sidang || (RZ)

Palembang, LamanQu.idSidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya Jilid II yang menjerat dua terdakwa , yakni Mukti Sulaiman (mantan Sekda Sumsel) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Karo Kesra) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang dengan agenda mendengarkan pendapat ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa Mukti Sulaiman, Jumat (26/11/2021).

Dalam persidangan yang diketuai oleh Abdul Aziz, SH.MH, penasihat hukum Mukti Sulaiman menghadirkan dua orang ahli sekaligus, yakni Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH.MH (Ahli Hukum Administrasi Negara) dan Dr. Mahmud Mulyadi, SH.MH dari Universitas Sumatera Utara (Ahli Hukum Pidana).

dikonfirmasi usai sidang, Bahrul Ilmi Yakup mengungkapkan bahwa penuntut umum telah keliru mendakwakan perbuatan terdakwa Mukti Sulaiman masuk dalam ranah hukum pidana.

“Sejauh keilmuan saya, saya melihat posisi terdakwa Mukti Sulaiman tidak bersalah,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, tidak bersalah yang dimaksudkannya itu bahwa terdakwa Mukti Sulaiman tidak menyalahgunakan kewenangannya dan tidak melebihi batas diluar kewenangannya.

“Dari sisi keilmuan saya sebagai ahli hukum administrasi negara menilai perbuatan terdakwa Mukti Sulaiaman secara tegas tidak melawan hukum,” bebernya.

Sementara itu Iswadi Idris, SH.MH selaku penasihat hukum terdakwa Mukti Sulaiman mengaku sengaja menghadirkan dua ahli guna dimintai pendapat terkait delik perkara yang menjerat kliennya.

“Sengaja kami menghadirkan dua ahli dipersidangan, guna menilai delik perkara dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menjerat klien kami,” kata Iswadi pada awak media.

Iswadi juga menambahkan bahwa delik perkara yang dikenakan pada kliennya sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum itu melanggar PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006.

“Kami ingin menjelaskan pendapat ahli dipersidangan terkait peraturan perundang-undangan, apakah benar dapat menjadi acuan dalam menjatuhkan pidana seseorang dalam hal ini klien kami,”ungkapnya.

Dilanjutkannya, dalam persidangan ahli hukum administrasi negara mengatakan bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang disebutkan terkait teknis kerja, sehingga apapun yang dilanggar dalam peraturan tersebut hanya pelanggaran pada administrasi.

“Sehingga unsur perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan sebagiamana dakwaaan JPU itu ahli menilai tidak dapat terpenuhi.” tutupnya.