Mata Uang Rupiah Cenderung Tertekan

Ekobis, Kabar Ekonomi
Neraca Perdagangan Indonesia , Pengumuman Hasil Rapat Federal Reserve , publikasi neraca dagang , tekanan terhadap rupiah

LamanQu.id – Mata uang rupiah diperkirakan masih cenderung tertekan menjelang pengumuman hasil rapat Federal Reserve yang akan memengaruhi dolar AS.

Pada Selasa (16/3/2021) rupiah ditutup melemah 7 poin atau 0,05 persen menjadi Rp14.410 per dolar AS. Indeks dolar AS naik 0,11 persen menuju 91,933.

Kurs rupiah menyentuh posisi Rp14.424 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Selasa (16/3/2021). Kurs Jisdor melemah 6 poin atau 0,04 persen dari posisi Senin (15/3/2021) Rp14.418 per dolar AS.

Analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto menyampaikan tekanan terhadap rupiah disebabkan penguatan dolar AS seiring dengan naiknya imbal hasil obligasi AS. Di sisi lain, data ekonomi dari dalam negeri belum mampu menopang rupiah.

“Memang publikasi neraca dagang masih belum bisa meredam volatilitas pasar. Tekanan masih tinggi, terkait sangat erat dengan pergerakan yield US treasury 10 year,” katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) sebesar 2,01 miliar dolar AS pada Februari 2021. Nilai ekspor tumbuh 8,56 persen (yoy), sementara nilai impor tumbuh 11,86 persen (yoy) pada Februari 2021.

Imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun sendiri saat ini masih tercatat di level yang cukup tinggi di kisaran 1,6 persen.Rully menuturkan pelaku pasar juga tengah menanti hasil rapat bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), setelah Presiden AS Joe Biden mengesahkan paket stimulus senilai 1,9 triliun dolar AS.

“Pasar menunggu sinyal dari The Fed pada Rabu,” ujar Rully Arya.

Dalam jangka menengah panjang Rully memperkirakan rupiah akan bisa kembali ke kisaran Rp14.200 per dolar AS hingga Rp14.300 per dolar AS karena likuiditas global masih cukup tinggi.