Sumsel Minta Mapel Sejarah Dikembalikan Jadi Mapel Wajib wajib di SMA dan SMK

Pendidikan
Asosiasi Guru Sejarah Indonesia , draf sosialisasi , kurikulum , mata pelajaran wajib , modul kurikulum

Palembang, LamanQu.idTerkait adanya rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menempatkan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK.

Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SMK itu tertuang dalam draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020.

Maka Asosiasi Guru Sejarah Indonesia ( AGSI ) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar dengar pendapat dengan pihak berkaitan langsung terhadap mata pelajaran sejarah di Sumsel di Auditorium Museum Negeri Sumatera Selatan, Balaputra Dewa, Selasa (3/11/2020).

Turut hadir Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn , Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumatera Selatan Merry Hamraeny, S.Pd, M.M, Kepala Museum Negeri Sumatera Selatan, Balaputra Dewa, H Chandra Amprayadi, Kepala Balai Arkeologi (Balar) Provinsi Sumsel Budi Wiyana, tokoh pendidikan Susmel Mirza Fransuri, budayawan Susmel Vebri Al Lintani, sejarawan Sumsel Kemas Ari Panji, Ersan Benyamin alias Ican, Ketua Komunitas Jeep Pariwisata Palembang (KJPP) , perwakilan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumsel Dr Suherman SPd M Si dan guru-guru sejarah Sumsel yang tergabung dalam AGSI Sumsel , MGMP Sejarah Sumsel dan MGMP Sejarah Kabupaten / Kota .

Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumatera Selatan Merry Hamraeny, S.Pd, M.M mengatakan, setelah tim perumus berkerja dan memasukkan seluruh masukan peserta dengar pendapat maka pihaknya berkesimpulan bahwa Sumsel meminta atau mengusulkan agar mata pelajaran (Mapel) sejarah dikembalikan menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulum bagi setiap jenjang baik SMA maupun SMK.

“Yang membedakan dengan provinsi lain , Sumatera Selatan ini menentukan jam, jadi kita tentukan permintaan kita ditentukan empat jam pelajaran perminggunya ,” katanya.

Dia menyatakan, pernyataan sikap ini akan dikirim sebelum tanggal 5 November 2020 via pos dan setelahnya akan dijadwalkan pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.

“Perantaranya Menteri dan ini disampaikan kepada Presiden langsung , jadi pernyataan sikap ini melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim nanti akan langsung ke presiden , itu 34 provinsi juga,” katanya.

Menurutnya draf kurikulum ini, menurutnya mulai disosialisasikan pada Desember 2020. Lalu akan dilaksanakan pada Maret 2021. Sementara pada 5 November nanti bakal keluar modul kurikulum tersebut.

“Jam pelajaran sejarah jumlah jamnya digantikan dengan mata pelajaran baru yaitu pengembangan karakter,” katanya.

Sedangkan Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn menyesalkan rencana pemerintah mereduksi pelajaran sejarah di jenjang SMA, bahkan menghilangkannya di SMK. Sebab sejarah adalah identitas bangsa.

“Kita sangat menyayangkan kalau jam pelajaran sejarah kurang. Apalagi, pengetahuan anak didik tentang sejarah, utamanya sejarah lokal, masih sangat minim,” kata SMB IV.

Menurutnya, sejarah adalah aset berharga suatu daerah, yang tidak dimiliki daerah lainnya. Ia mencontohkan batu-batu peninggalan zaman megalitikum. “Itu hanya kita, Sumatera Selatan, yang punya. Daerah lain tidak. Benda-benda bersejarah ini juga yang menjadi daya tarik wisatawan,” katanya.

Perwakilan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumsel Dr Suherman SPd M Si mengatakan, upaya mengenyampingkan sejarah sudah terlihat jelas di tingkat perguruan tinggi. Buktinya, tidak ada program doktoral (S3) sejarah. Malah di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Sejarah dihapuskan.

“Bagaimana menanamkan kecintaan sejarah kalau Dirjen Sejarah dihapus,” katanya.

Sedangkan tokoh pendidikan Sumsel Mirza Fransuri meminta agar mata pelajaran sejarah masuk dalam mata pelajar wajib dengan cara mengurangi mata pelajaran lain terutama mata pelajaran baru yang jumlah jamnya terlalu banyak.

“Jangan sampai mata pelajaran sejarah hilang, kalau itu tidak terpenuhi maka masukkan mata pelajaran sejarah dalam muatan lokal,” punkasnya. (Yanti)