Menguak Tragedi Berdarah di Atas Sengketa Lahan 180 Hektar

News

* Peringatan 40 Hari Tewasnya Dua Warga

* Warga Pagar Batu Klaim Lahan

Lahat, lamanqu.id – Warga Desa Pagar Batu, Lahat, Sumatera Selatan, kembali mengklaim lahan menandai peringatan 40 hari kematian dua warganya dalam kasus sengketa lahan dengan PT Artha Prigel. Klaim tersebut sebagai tanda warga tidak mundur dalam sengketa lahan seluas 180,31 hektare dengan PT Artha Prigel meski dua warganya telah tewas.

Klaim lahan seluas 180,36 hektare dilakukan warga Pagar Batu, Lahat, Sumsel pada Kamis 7 Mei 2020. Mengutip berita di TransIndonesia.co terdapat sejumlah foto aksi yang dikirimkan warga Pagar Batu melalui jaringan WhatsApp.

Dari sejumlah foto terlihat sekumpulan warga menutup sebuah jalan di lahan sengketa dengan mendirikan pagar menggunakan dahan pohon. Pada pagar tersebut, warga mengikatkan dua spanduk. Salah satu spanduk berisi rekomendasi DPRD Kabupaten Lahat kepada Pemda Kabupaten Lahat yang isinya antara lain untuk memberikan sanksi kepada PT Artha Prigel. Sanksi antara lain pencabutan Ijin Usaha Perkebunan.

Sementara satu spanduk lagi berisi tulisan “Lahan Ini Sedang Diawasi oleh Tim Advokasi Rakyat Pagar Batu”. Terdapat 40 nama anggota Tim Advokasi yang tercantum dalam spanduk tersebut antara lain Dhabi K Gumaira SH MH, Mualimin Pardi Dahlan SH, M Hairul Sobri ST, M Untung Saputra, dan Dedek Chaniago.

“Kami masyarakat Pagar Batu tidak akan pernah tunduk pada pihak yang merampas tanah kami meski dua warga kami telah gugur,” kata Robby Harinata, tokoh pemuda Pagar Batu dalam pernyataan yang dikirimkan kepada TransIndonesia.co.

Dua warga Pagar Batu yaitu Putra (33) dan Suryadi (36) tewas di tanah sekuriti PT Artha Prigel dalam konflik berdarah pada 21 Maret 2020. Dua warga lainnya, Sumarlin dan Lion Agustin juga luka tersayat senjata tajam.

“Klaim lahan yang kita lakukan hari ini adalah tanda bahwa kami tidak akan mundur dari perjuangan untuk kembali mendapatkan lahan kami,” tegas Robby Harinata.

Menurutnya, tewasnya dua warga justru semakin membakar semangat warga Pagar Batu untuk memperjuangkan lahannya yang dirampas pihak lain. “Negeri ini lahir bukan dari merdunya suara bersin ikan paus, melainkan buah perjuangan anak negeri yang rela gugur sebagai pejuang,” tandas Robby.

Apalagi, tutur Robby, Desa Pagar Batu didirikan Raja Demak Raden Fatah saat berdakwah di daerah Lahat pada tahun 1500-an. “Kami memiliki sejarah panjang sebagai kesatuan adat karena kami adalah anak cucu Raden Fatah. Kami akan terus berjuang,” lanjut Robby.

Ia juga menuntut Pemerintah Kabupaten Lahat untuk segera menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten Lahat untuk mencabut Ijin Usaha Perkebunan PT Artha Prigel. Dia menyesalkan belum ada langkah konkret dari Bupati Lahat.

Sementara itu TransIndonesia.co sudah mencoba menghubungi Humas PT Artha Prigel melalui jaringan telepon seluler. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari PT Artha Prigel.

Dedek Chaniago Sekretaris Jenderal Komite Reforma Agraria Sumsel ketika dikonfirnasi lamanqu.id berpandapangan peristiwa 7 Mei 2020 pukul 14.00 di mana masyarakat Desa Pagar Batu Kecamatan Pulau Pinang, Lahat yang kembali menduduki dan atau mengeclaim lahan 180.36 hektar dan berkonflik dengan PT. ARTA PRIGEL sebuah kewajaran.

Dan ini wajar, sebab Pristiwa berdarah Tanggal 21 Maret 2020, 2 warga bernama Suryadi dan Putra dibunuh oleh squrity perusahaan dengan menikam pakai pisau dan parang, kemudian 2 lagi luka Marlin dan Lion. Tidak juga membuat pemerintah bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan tanah warga yang tahun 94 diambil secara paksa oleh perusahaan. Upaya telah dilakukan oleh masyarakat dan sudah juga ada rekomendasi dari DPRD Lahat, gubernur, dan menteri ATR/BPN, agar bupati harus segera menyelesaikan persoalan sengketa lahat tersebut dan persoalan hukumnya.

“Namun, sampai hari ini belum ada progres dari bupati untuk membahas penyelesaian konflik itu dan aparat kepolisian juga tidak ada progres untuk menangkap pelaku lainnya. Ini sudah 40 hari. Wajar masyarakat marah dan meIngambil pilihan untuk kembali menduduki dan mengeclaim lahan. Saya berharap, simbol bahwa rakyat menginginkan betul tanahnya kembali harus cepat pemerintah mengambil langkah langkah walau di situasi covid ini,” ucap Dedek Chaniago.

Sambungnya, agar tidak terjadi lagi pertumpahan darah, maka sesunguhnya ini peluang bagi Sumsel umumnya dan Lahat khususnya untuk menjalankan perintah konstitusi dan presiden untuk mewujudkan REFORMA AGRARIA. (RLQ)