Ratusan Massa Aksi Damai Reforma Agraria Sumsel, Tuntut Keadilan Petani

News
Dedek Chaniago , Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) , Reforma Agraria

Palembang, lamanqu.id – “Menuntut Penyelesaian konflik-konflik lahan di Sumatera Setan untuk percepatan mewujudkan Reforma Agraria di Sumatera Selatan Sesingkat-singkatnya”, itu lah salah satu petikan sikap pernyataan Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) saat melakukan aksi damai, Selasa, (10/12)

” Aksi ini merupakan rangkaian agenda kerja dari KRASS yang dimulai semenjak 8 Desember 2019 bertajuk Simposium Reforma Agraria Sumatera Selatan 2019“, ungkap Dedek Chaniago, selaku penanggung jawab aksi sekaligus selaku Officials Committee (OC) pada Simposium Reforma Agraria Sumsel 2019.

Dari pantauan awak media Long March aksi damai sendiri cukup aman dan terkendali meskipun ratusan massa memenuhi jalan protokol Kota Palembang mulai dari Bumi perkemahan candika, Kolonel H Burlian, melintas simpang 4 Polda Sumsel, sebagian Jalan Demang Lebar Daun, Jalan Angkatan 45 berhenti di kantor BPN lalu mengarah dan berakhir di kantor Gubernur Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam orasinya Dedek berteriak lantang dan mengutip Butir Pancasila Sila Ke-5 yang kerap kali dikesampingkan, “Saudara saudara ku jelas pada Pandangan Hidup Kita Bangsa Indonesia, Pancasila, Sila Ke -5
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Pancasila sila ke 5) lantas dimana keadilan buat rakyat, buat para petani”.

“Pada detik ini kita masih diperlakukan tidak adil, kita menuntut negara bahwa korporasi menindas, merampas dan kita terkuras”.

“Negara harus hadir, hentikan kesemenaan ini”.

Masih kata Dedek, “Bumi air udara dan kekayaan alam beserta isinya di kuasai oleh Negara dan sebenar-benarnya untuk kemakmuran rakyat (UUD 1945 Pasal 33)”, jelasnya.

“Kita meyakini dan menuntut bahwa Pembaruan Agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatkan sumber daya Agraria”, ucapnya.

“Dan tak hanya sebatas wacana jadi bahan perdebatan tak berujung, ini harus dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan (TAP MPR No.9 Tahun 2001)”, imbuhnya.

Dikatakan Dedek, “Tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya (UUPA No.5 Tahun 1960)”.

Kita Semua mendukung dan menuntut ada niat baik dari Presiden Jokowi, akan Nawacita Jokowi antara lain, Akan mendistribusi lahan 12 Jt di Kawasan Hutan dan 9jt hektar di Areal Pengguna Lainnya untuk Petani rakyat Indonesia”, katanya.

Dedek juga mengingatkan, Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan Aset dan di sertai dengan penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia (Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018).

Berangkat dari situlah bahwa ketimpangan penguasaan hak atas tanah harus dilawan, dengan menjalankan amanat undang-undang dan peraturannya, agar terciptanya dan terwujudnya tujuan terbentuknya Negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”, ungkapnya.

Selanjutnya Dedek membeberkan, “Data dari KPA tahun catatan akhir 2018: Konflik Agraria di Sumatera Selatan berjumlah 28 kasus dengan luasan 139.709,7 Hektar”.

“Sementara itu, lanjutnya, “ketimpangan penguasaan lahan begitu jompang. Koorporasi/perusahaan menguasai 6,3 juta hektar (HTI 1,5 juta hektar, HGU Perkebunan 1 juta hektar, Tambang 2,5 juta hektar, dan Hutan Lindung 1,3 juta), sementara masyarakat menguasai hanya 1 juta hektar”.

Dedek juga mengungkapkan akan Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan yang disingkat KRASS sudah terbentuk tanggal 9 Desember 2019. Dengan beranggotakan 9 Organisasi yang siap.mengawal dan meneriakan Reforma Agraria antara lain, Serikat Tani, Gerakan Tani, Pendamping Tani, NGO dan Nelayan yang beranggotakan ribuan petani, di Kabupaten Kota.

“Kesemuanya itu, mengalamai ketimpangan hak atas tanah dan menimbulkan konflik-konflik lahan, sebagai berikut:
Kab. Ogan Komering Ilir,
Kecamatan Air Sugihan Desa Tirtamulya 500 kepala keluarga, berkonflik dengan perusahaan PT.SAML, lahan 1.114 hektar, sampai sekarang tak kunjung selesai, lahan masyarakat masih di kuasai di kelola oleh perusahaan”, bebernya.

Berikut Ia sampaikan konflik yang masih berlangsung yang harus diselesaikan:

Kecamatan Air Sugihan Desa Nusantara, 600 kepala keluarga, berkonflik dengan PT. SAML lahan 1.200 hektar, sampai sekarang yang telah di pertahankan oleh masyarakat, belum juga di akui oleh perusahaan dan pemerintah untuk menjadi lahan Objek Reforma Agraria.

Kecamatan Tulung Selapan, Desa Jerambah rengas dan Lebung Hitan, berkonflik dengan PT. BHP, belum juga selesai untuk angkat kaki dari desa, karena perusahaan akan menggarap lahan gambut sebagai sumber mata pencaharian masyarakat.

Kab. Ogan Ilir,
21 Desa yang berkonflik dengan PT.PN 7 CINTA MANIS, seluas 13.500 hektar yang tanpa HGU masih di kuasai oleh perusahaan, dan tak kunjung usai penyelesaiannya walau sudah memakan korban jiwa.

Kab. Muaraenim
Kecamtan lubay ulu Desa Karang Mulya, Sumber Mulya, Pagar Dewa, Karang agung, 324 kepala keluarga, berkonflik dengan PT.PN 7 beringin seluas 1.414 hektar tang kunjung ada penyelesaian.
Kecamatan Tanjung Agung, Desa Tanjung Agung 1.500 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT.BSP dan PT.BA menggarap tanah ulayat 600 hektar dan lahan pribadi 72 hektar, tanpa ganti rugi belum juga ada penyelesaian.

Kab. Oku Timur
Kecamatan cempaka Desa Cempang tiga ulu 132 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT. LPI seluas 1.322 hektar, tak kunjung ada penyelesaian.

Kab. Muratara
Kecamatan Nibung Desa Tebing tinggi 571 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT.LONSUM seluas 1.400 hektar tak juga selesai penyelesaian.

Kab. MUBA
Kecamatan Babat supat Desa Sumber jaya 149 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT.HUUK seluas 298 hektar tak kunjung usai
Kecamatan bayung lincir Desa Mangsang 500 kepala keluarga berkonflik dengan PT.PWS tak kunjung usai konfliknya.

Kab. Empat Lawang
Kecamatan sugi waras Desa Sugi Waras 630 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT.SMS seluas 1.230 hektar tank kunjung ada penyeleaian.

Kab. LAHAT
Kecamatan Pulau pinang Desa Pagar Batu 182 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT. ARTA PRIGEL seluas 180,36 hektar, sudah dikuasai oleh masyarakat, tak kunjung perusahaan dan pemerintah mengakuinya atau inclap.

Kecamatan lahat Desa RD PJ.KA 700 kepala keluarga, tanah dikuasai oleh PT.KA dan masyarakat di sutuh membayar setiap tahunnya.
Kecamatan merapi Desa Ulak pandan 60 kepala keluarga yang berkonflik dengan PT. BAU, tidak ada penyelesaian.

“Untuk itu kami menyatakan sikap sebagai berikut, Selesaikan konflik lahan secepat cepatnya dan sesingkat singkatnya serta segera kembalikan lahan masyarakat, Wujudkan Reforma Agraria Sumatera Selatan. (ril/Dedek/asj)