Edisi Gagasan Kopi Hitam, Rumah Perjuangan Ir H Eddy Santana Putra, MT (Bagian I)

Tokoh
ESP , Ir H Eddy Santana Putra MT , kak Eddy , Kopi hitam

Palembang, lamanqu.id – Selepas Isyak laju roda dua bertype ‘blade’ perlahan namun pasti dan singkat nya berhenti didepan sebuah rumah di Jalan Kapten A Rivai, paling ujung tepat nya berdiri kokoh namun sedikit buram sebuah Baliho berukuran 10 X 7 meter bertulis Media Center, sebuah rumah tinggal djadikan tajuk perjuangan pemenangan Ir H Eddy Santana Putra, MT.

Seorang teman reporter senior sore nya menyampaikan petikan singkat terkait mengulas ketokoan seseorang mantan Walikota Palembang yang dirindukan banyak kalangan.

“Dua periode dengan pencapaian visi dan misi, APBD melejit ditangannya, sebutan Kota Metropolitan dan Kota Internasional, PDAM, Listrik dan banyak lagi”, ujar nya penuh semangat.

Lalu tanpa berpikir dua kali aku anggukan ajakan nya.

Aku bersyukur bisa merasakan sendiri kata sebagian orang Keramahan dan Kesederhanaan seorangĀ Ir H Eddy Santana Putra, MTĀ bisa aku buktikan sendiri malam itu.

Suguhan kopi hitam temani bincang singkat hiasi ruang tamu rumah perjuangan, rumah gagasan yang konon nya sering dilahirkan dari sini.

Bicara kepemimpinan Palembang acap kali jadi buah bibir, ” Sebenarnya kalu nak beurusan men ujiku zaman Eddy tula”, ujar seseorang paruh baya sampaikan ke telinga ku. ” Singgonyo dak susah, dak nak mempersulit wong dio tu”, ketus nya suatu waktu.

Tebarkan kebaikan maka kau tuai kebaikan, pepatah ‘ bari’ (Bhs Palembang usang-red) ini paling berlaku dibumi manapun. Maka ucapan baik masyarakat itu ternyata bermakna doa. Terbukti Walikota dengan Magister dibidang tehknik Unsri ini bisa melenggang ke senayan periode 2019 – 2024 dengan perahu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)

Seusai dua tiga hirup kopi hitam itu mengalir membasahi tenggorokan, susana pun mengalir secara alami tidak tercipta kekakuan yang menampakan protokoler serba batasan di ruang itu.

R S Jakfar secara perlahan meraih Hp Android tergeletak tepat disambing gelas bening berisi kopi hitam yang masih mengeluarkan asap kecil beraroma kopi Semendo dan yakin ku sangat familar dengan typical penciuman itu.

Secepat itu juga jari jari wartawan itu lincah menuju pilihan aplikasi record, karena skrip rekaman lah alur sebuah tulisan tercipta sempurna dia berujar suatu waktu lalu.

Pancaran raut kepemimpinan seseorang sering kali mengecoh sudut sudut pandang mata.

Kali ini tatapan ku tertuju pada pria mapan berpolitik aku sudah menduga keingintauanku ternyata sama dengan sahabatku itu.

Pola pola kepemimpinan seperti apa tertanam dalam diri seorang ESP yang sempat dipercaya pimpin DPD PDIP Sumsel selama 2 periode, lalu dia hengkang.

“Kekuasaan itu sendiri di mata kak Eddy seperti apa?”, tanya R S Jakfar singkat memecah dialogis di kepala ku. Sebuah pertanyaan yang memang patut ditujukan kepada walikota yang berhasil ubah wajah kumuh seputar pasal 16 itu.

Dengan santai dia memberi respon mungkin tidak bermaksud untuk bermetafora, “Kekuasaan itu memang dibutuhkan maka diperebutkan, tetapi bukan rebutan untuk berkuasa untuk dapat gaji besak, bukan itu”, ujar nya.

R S Jakfar pun membawa perbincangan itu ke arah nostalgia soal visi dan misi serta kepemimpinan ESP masa berkuasa dan melihatnya sebagai perbandingan.

Bagaimana Palembang dahulu dan saat ini dimata Kak Eddy?”, R S Jakfar lanjut bertanya.

“Misi periode pertama waktu itu menjadikan Kota Palembang Kota Metropolitan Mandiri dan Berkualitas”, ungkap dia.

” Sebagai Kota Metropolitan menurut kretaria Bapenas, harus memenuhi beberapa syarat, dari jumlah penduduk, fasilatas umum listrik waktu itu banyak padam nya, jalan jalan sempit selokan kotor beberapa titik banjir, sampah belum tertata, taman taman dan banyak lagi”, beber sang Walikota yang dinilai berhasil rangkul para preman ke kehidupan lebih bermartabat.

Ada bagian yang masyarakat tak boleh melupakan, jika nuansa seputar Jembatan Ampera hingga Benteng Kuto Besak ( BKB) adalah bagian terkecil kasab mata saja dari deretan keberhasilan masa dia nahkodai Pemerintah Kota Palembang.

“Ya yang bikin kita harus kerja keras, yaitu langsung terasa ke rumah rumah masyarakat diantara nya harus terang benderang dan listrik harus tetap menyala 24 jam, PDAM, Gas”, kenang Kak Eddy.

“Dan Alhamdullilah, sepertinya saya sendiri mengakui bahwa itu berhasil, karena visi itu tepat indikator nya masyarakat itu sendiri”, imbuhnya.

Persoalan keuangan meningkat dari APBD yang nilai nya 400 M menjadi 1 T dan selanjut dipertahankan.

“Mohon maaf kini dari 2,5 T mau ke angka 3 T itu sulit sekali”.

Pria yang dikenal tegas karena dididik seorang ayah seorang TNI ini sempat dinilai berhasil pimpin FKPPI Palembang, lalu melanjutkan cerita seputar pola kerja systematis dalam memimpin sebuah organisasi baik dalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan.

” Betul saya berbijak pada bangunan system yang terukur”, imbuh nya.

Dengan gamblang dia uraikan persoalan penanganan sampah, jalan jalan berlobang, premanisme pasar, air bersih, sehingga Kota Palembang menjadi tempat nya belajar berbagai system bagi kota kota besar di Indonesia. Diantaranya soal air bersih, transportasi dan lain sebagai nya.

Dia bercerita bagaimana campur tangan dirinya yang serius dan terlibat langsung akan kebersihan wajah kota ini.

Mulai jumlah produksi dalam satuan kilogram sampah per hari dia beberkan malam itu.

“Kemampuan armada angkut, pembagian wilayah buang, kelayakan daya tampung, minimalisir antri, hindari hilir mudik mobil bau sampah masuk kota hingga tempatkan pasukan kuning dalam spot spot yang sudah ditentukan biar jalanan tampak selalu bersih”.

Kerinduan gaya memimpin Kak Eddy bagi R S Jakfar perlahan tersibak sudah dari arah perbincangan itu. Seingat ku juga beberapa kali dia melabrak meja atas peforma para kepala dinas yang dimata nya hanya bebani rakyat.

“Tanggung jawab para Kepala Dinas waktu itu sangat dituntut mereka harus miliki sebagai dasar bekerja”.

“Jika cuman absen dapat gaji puluhan juta hasil gak maksimal, jika dikatakan bersih ya harus benar benar bersih, sesuai expektasi masyarakat habis saja uang , harus diingat duit itu punya siapa?”.

” Itu duit rakyat kita bekerja buat siapa, harus tanggungjawab dan transparant”, kali ini nada bicara nya meninggi.

“Jika jadi permasalahan Pajak, PBB saat ini berarti habis keuangan, APBD nya telah habis, itu karena tidak hati hati dengan tata pengelolaan, tata pengelolaan itu harus baik”, tegas anggota DPR RI dari dapil Sumsel I Partai Gerindra ini. (Bersambung)

Penulis : Arjeli SS