Soal Semburan Gas Pertamina, Walhi Sumsel: Jangan Masyarakat Dijadikan Kambing Hitam

News
semburan gas , sumur minyak MJ42 , Walhi Sumsel

Sekayu, lamanqu.id – Pernyataan pihak Pertamina EP Asset 1 Ramba Field tentang penyebab semburan gas di sumur minyak MJ42 Kelurahan Mangun Jaya Kecamatan Babat Toman karena ada gangguan dari warga mendapat protes keras dari masyarakat.

Seperti yang diungkapkan Tito Rahmawan yang diketahui menjabat sebagai Material Officer Pertamina Ep Asset 1, menyatakan sumur sempat diganggu warga dengan lepasnya atau dicuri wing Valve.

“Untuk surface equipment rating press 3000psi, press reservoar tertinggi d MJ adalah 1100 psi, SITP tertinggi 510 psi, jadi sekuat apapun akumulasi tekanan masih bisa ditahan dipermukaan kalau tidak diganggu atau dicuri” Tulis Tito, Sabtu (22/06).

Dari pantauan dan informasi yang berhasil dihimpun, sumur minyak MJ42 dengan chasing 7 inchi tersebut masih utuh dengan wellhead dan baut yang mengelilingi chasing sumur.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, sumur minyak MJ42 milik Pertamina EP Asset 1 Field Ramba yang berada di Kelurahan Mangun Jaya Kecamatan Babat Toman Kabupaten Muba sekitar pukul 12.00 Wib, Sabtu (22/06) flowing dan menyemburkan gas disertai material lain.

Dari pantauan, sumur dengan nomor MJ42 tersebut menyemburkan gas bercampur material lain dari perut bumi dengan mencapai 40 meter, untuk saat ini bau gas sudah tercium dengan radius 1 km.

Kuat dugaan, faktor terbengkalainya sumur menjadi penyebab sampai terjadinya flowing. Firman (45) salah seorang warga yang kediamannya berada tidak jauh dari lokasi semburan mengungkapkan bahwa Mangun Jaya banyak menyimpan bom waktu yang mengancam keselamatan masyarakat.

“Sumur minyak itu kurang lebih 3 bulan tidak beroperasi dan mengancam keselamatan warga tetapi pihak perusahaan belum ada tindakan sama sekali” Ujar Firman.

Direktur Eksekutif Walhi Provinsi Sumsel M Hairul Sobri ketika dihubungi lamanqu.id mengungkapkan kekhawatiran nya atas kejadian ini.

“Nah gawat ini, Jangan sampai kejadian ini seperti tragedi lumpur Lapindo, uang negara atau rakyat harus menanggulangi dampak kerusakan lingkungan hidup”, ungkapnya.

Ditanya mengenai sikap Walhi Sumsel akan peristiwa ini M Hairul Sobri menuturkan, “Jangan sampai Masyarakat selalu dijadikan kambing hitam”.

Dia juga menambahkan,”kesiapan dan keseriusan pemerintah dalam melakukan monitoring dan evaluasi terkait aktivitas perusahaan seharusnya dilakukan secara maksimal”.

” Dalam undang undang 32 PPLH kesalahan mutlak akan dibebankan ke perusahaan apabila pencemaran terjadi di areal kerja atau areal izin mereka”.

“Atas kejadian ini pemerintah harus lakukan investigasi mendalam terkait peristiwa ini, Tidak menutup kemungkinan akan mendorong kasus ini ke ranah hukum”, imbuhnya.

” Walhi Sumsel sendiri sedang melakukan pengumpulan data beberapa warga sudah menghubunginya dan dalam waktu dekat kita akan lakukan aksi dan tidak bisa dibiarkan hal seperti ini, khawatir berkembang jadi tragedy lingkungan”, pungkas nya.