Angka Korban 1234 Sudah, Media Asing Sorot Kegagalan Early Warning, dan Penanganan Lamban

News
Korban Gempa dan tsunami Palu , Tuduhan krisis kemanusian di Palu

Palu, lamanqu.id — Bencana Donggala dan Palu terus menjadi pusat perhatian dunia dan hampir mengarah kepada tuduhan krisis kemanusian entah mana yang benar. Mudah mudahan saja tulisan ini tidak diinterprestasikan sebagai provokasi atau propaganda tahun politik karena masih ada secercah atau dua cercah manusia Indonesia orang yang sehat masih mampu untuk mengatakan tidak atau ya pada porsi kejujuran nurani apalagi melihat saudara saudara kita di Donggala dan Palu sedang mengalami cobaan hidup yang maha Dahsyat dan sangat luar biasa kekuatan nya, oleh siapa lagi jika tidak karena dia yang maha mengetahui kesanggupan si penerima Cobaan Itu sendiri Sang Pemilik kehidupan ini.

“Indonesia quake, tsunami toll jumps to 1,234: Disaster agency” begitu tajuk yang ditulis Aljazeera dalam laporan Asia nya.
Dengan mengutip keterangan BNPB disampaikan nya jumlah korban sudah mencapai 1,234 jiwa per Selasa, 18 ETA, 1/10/18.

Media sehebat Aljazeera yang trackrecord nya tak diragukan ini juga mengungkapkan kisah humanis seorang Ayah dan suami Korban, Abdul Sidik.

Kata Abdullah Sidik, diungkap Aljazeera, kejadian berawal ketika dia beranjak meninggalkan rumah untuk sholat magrib saat itu lah goncangan 7,5 skala lifter robohkan rumahnya dimana istri dan anak gadisnya terkubur bersamah reruntuhan rumahnya.

“Bumi terasa seperti digoncang goncang disusul dengan sapuan air lumpur dalam waktu sangat cepat”, tutur Sidik.

Dia juga mengisahkan kakinya yang remuk tertimpah tembok dan dia tidak bisa berbuat apa apa dan tak bisa bergerak, bantuan pun belum juga ia peroleh.

“I hope we can get aid from the government. Please pay attention to us. Palu is part of Indonesia. It feels like a dead city,” Sidik said.

“Saya berharap bantuan dari pemerintah. Perhatikanlah kami. Palu ini bagian dari Indonesia. Ini rasa seperti kota mati”, ungkap Sidik.

“I want to bury my wife and children. Please help me find them inside,” he said.

“Aku ingin menguburkan istri dan anak anak ku, tolong lah bantu aku mengangkat jasad mereka dari reruntuhan itu”, ungkap nya perih.

Sementara itu media online Thestar.co.my menyorot soal system early warning yang ada di Indonesia.

Kepala BNPB blak blakan mengungkap keadaan yang sesungguhnya tentang ketersediaan alat deteksi Sunami yang sedang kita miliki.

National Disaster Mitigation Agency (BNPB) spokesman Sutopo Purwo Nugroho said Indonesia had been having problems installing real-time tsunami detection equipment since 2012.

“No tsunami detection buoys are in operation in our country right now, which are necessary to detect such waves early.

“Most of them are broken because of, for example, vandalism,” Sutopo said, adding that the procurement of such equipment could run up against budgeting constraints.

“Alat alat yang kita miliki sebagian rusak dan upaya untuk membeli yang baru sering kali terkendala anggaran”.

The Washingtonpost mengungkapkan keheranan dan menjadi tanda tanya bagi kebanyakan orang di Sulawesi,

Bagaimana bisa dan apa yang telah diperbuat pemerintah akan kesiapan serta kecepatan tanggab darurat karena pastinya sudah sadar akan keadaan sebagai Negara yang rawan gempa karena dalam posisi pada the ring of fire. Telah terbukti dalam bulan bulan terakhir terjadi guncangan serupa tewaskan 600 orang di kepulauan Lombok pada Agustus lalu.

Questions are swirling, particularly among the people of Sulawesi, about their government’s disaster preparedness and ability to respond quickly to crises. Indonesia is in the Ring of Fire, an arc of fault lines and volcanoes in the Pacific Ocean. The country has been rocked by earthquakes in recent months, including a major one and strong aftershocks on the island of Lombok that killed almost 600 in August, Arjeli (2/10/2018).