Tragedi Petani (Sumsel) Pertanda Darurat Agraria…!

News

* Usut Tuntas Kematian Petani Lahat

Palembang, lamanqu.id – Momentum covid-19, disaat konsentrasi tentang wabah covid-19 diam-diam perusahaan dengan beking aparat menggusur lahan, merusak posko posko perjuangan Rakyat, mengkriminalisasi petani, nelayan, masyarakat adat. Begitu diungkapkan Eef Direktur Eksekutif Walhi Sumselsaat dibicangi di ruang kerjanya, Sabtu (11/04)

Pernyataan ini ia ungkap menyusul perhatian seluruh element Bangsa semua pada terbius perhatian ke isu Coronavirus yang hingga detik masih menyita perhatian tak hanya pemerintah yang pegang kendali keselamatan bangsa ini bahkan rakyat jelatah pun terbirit birit cari perlindungan sendiri sendiri entah itu dalam keadaan perut kenyang atau lapar.

Keadaan ini juga menurut Eef mendorong rakyat kecil, buruh harian, ekonomi lemah terdesak pada ujung tanduk. Dihadapkan pada dilematis, keluar mengais rejeki resiko terpapar atau di rumah saja diancam rasa lapar?.

“Logika mana lagi akan kita pakai?,” katanya.

Formula demi formula, langkah langkah gamang pun kian membuncah berdebat dalam pertimbangan, tumpang tindih memilih jurus yang paling ampuh entah sampai kapan itu.

Dia berpendapat, “Covid-19 yang seharusnya menyadarkan kita bahwa KEDAULATAN PANGAN Sudah seharusnya memperkuat keadaan negara dalam kondisi apapun sehingga kita tidak melihat kenyataan ini dimana mana rakyat menjerit susah cari makan ditengah ketakutan akan virus corona yang menyerang.

“Belum lagi mekanisme penanganan rapuh asal jadi, dia menambahkan. Bisa saja berdalih takut melanggar aturan hingga terkesan gamang dalam bertindak,” dia berujar.

Akibat dari perlambatan Reforma Agraria atau status jalan ditempat proses redistribusi lahan untuk petani semestinya tidak terjadi

“Karena saat ini rakyat butuh ruang, butuh kemadirian tidak mengandalkan hidup menjadi buruh kebun dan pabrik sawit yang harga dikendalikan dari ruang ruang rakus kapitalis,” Ungkapnya.

Covid 19 hendaknya jadi pelajaran yang bisa mengikis egoisme sejenak untuk dapat hati dimata konglomerasi yang tak pernah berpikir kebangsaan dan rakyat kecil dan petani.

Dengan mempercepat redistribusi lahan untuk Petani, perluas wilayah tangkapan ikan untuk Nelayan. Perkuatatan produksi pertanian dan perikanan untuk ketahanan Nasional akan segerah juga terwujud.

Tidak ada lagi waktu kita menunggu, atau fakta apalagi yang bisa jadi bukti bahwa terus menerus memberikan ijin konsesi perusahaan yang selama ini jelas prakteknya penuh kolusi, korupsi, pengrusakan lingkungan, dan perampasan terhadap Hak-Hak Kemanusiaan tak akan pernah berpihak pada persoalan rakyat banyak hanya menjadi beban berkepanjangan.

Sumsel tidak cuma di Lahat ini yang jadi korban, tapi juga terjadi di Banyuasin. Ada banyak juga di tempat² lain yang terjadi hampir berbarengan di Indonesia, antara lain di Tumpang Pitu, Jawa Timur.

Sudah seharusnya Rejim Jokowi berhenti membully Rakyatnya dengan lips service (janji janji revolusi mental dan reformasi kebijakan) namun menyerahkan pelaksanaannya di daerah dan membiarkan implementasinya di daerah yang penterjemahannya secara liar, sesuai selera dan kepentingan politik masing masing Kepala Daerah.

Hentikan pembahasan Omnibus Law karena TIDAK PATUT. Distribusikan Tanah dan Penguasaan Wilayah kelola laut untuk Petani dan Nelayan. Laksanakan Reforma Agraria secara murni dan konsekuen untuk restrukturisasi penguasaan Agraria-hentikan dominasi sektor privat. Legitimasi Wilayah Wilayah Adat untuk dikembalikan sistem tata kelola sesuai norma kultural Bangsa Indonesia.